Mahasiswa ideal ?

Minggu, 22 April 2012



Sebut saja dia “Toyib”, tiap hari cuma 3 K (kampus, kamar mandi, kamar kost), IPK mendekati empat, tapi jarang bergaul apalagi berorganisasi, alasannya: “sibuk belajar dan mengerjakan tugas kuliah”.

Sebut saja dia “Paijo”, jarang masuk kuliah IPK-nya cuma dua koma sedikit tapi aktif di BEM Kampus bahkan terpilih jadi Presidennya, ia berkilah: “nilai itu tidak penting, yang penting adalah berorganisasi dan bagaimana kita mengembangkan diri di kampus”.

Sebut saja dia “Melati”, cantik, jarang masuk kuliah, hobby dugem, sering nyontek kalo ujian, tapi IPK-nya bisa dikatakan terlalu bagus untuk orang seukuran dia. Prinsip hidupnya: “orang pinter kalah sama orang rajin, orang rajin kalah sama orang beruntung, posisi dan relasi menentukan prestasi”.


Sebut saja dia “Mawar”, anak orang kaya dan selalu memamerkan kekayaan ayahnya. Kuliah tidak pernah serius, sering bolos, kerjanya cuma shopping dan jalan-jalan di mall, dia menganggap semua bisa dibeli dengan uang. Bahkan masuk ke kampus ternama yang ia tempati saat ini pun pake calo dengan banderol 200 juta IDR. Katanya: “kalau ada yang mudah, kenapa harus milih yang sulit?”.

Sebut saja meraka “Surti” dan “Tejo”, berasal dari desa, hidupnya sederhana, IPK juga biasa-biasa saja. Rajin kuliah, rajin mengerjakan tugas, punya genk yang semua anggotanya anak-anak desa yang dianggap kurang gaul di kampusnya, cenderung ikut-ikutan dan menganggap “hidup itu seperti air mengalir, jadi dijalani saja”.

Ya mungkin karakter-karakter yang saya sebutkan di atas pernah Anda jumpai di kehidupan perkuliahan di kampus Anda, atau mungkin Anda merasa mirip dengan salah satu karakter di atas? :D

Mari kita analisis secara subyektif psikologis, semua tokoh yang saya sebutkan memiliki karakteristik yang unik, memiliki sifat yang berbeda serta berasal dari latar belakang yang berbeda. Saya tidak akan men-judge mana yang maik mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, tapi akan memberikan pandangan dari perspektif primbon modern yang ada dalam angan saya.

“Siswa” yang statusnya berubah menjadi “mahasiswa” sebagian besar masih berorientasi setelah lulus lanjut kerja, prosesnya normatif seperti TK lanjut SD, SD, lanjut SMP, dan SMP lanjut SMA. Kuliah di universitas ternama, kemudian mengambil jurusan yang sedang banyak dibutuhkan saat ini.. seolah dianggap dapat menggaransi masa depan yang gemilang. Wisuda menjadi prosesi yang sangat sakral, namun kebanyakan kebahagiaan wisuda hanya dirasakan pada saat hari H. Setelah itu? Bosan, bingung kalau pada kenyataannya kita belum bekerja, di satu sisi tuntutan akan tanggung jawab terhadap diri sendiri semakin besar, beban moril sebagai seorang sarjana juga semakin berat.

Kalau Anda berada di posisi “Mawar”, mungkin tenang-tenang saja, karena orang tua kaya, hartanya tidak habis 7 turunan dan bisa mengisi kegiatan pasca wisuda dengan melanjutkan S2, S3, dst atau mengurus bisnis keluarga. Atau seperti “Melati” yang memiliki fisik menawan, tinggal menunggu lamaran dari pangeran tampan pewaris tahta kerajaan.

Bagaimana kalau “Toyib”? IPK-nya cukup layak untuk mendapatkan pekerjaan dengan mudah, seharusnya. Karena walaupun begitu pada kenyataannya IPK hanya menunjang 20% prosentase dalam kesuksesan seseorang. Atau “Paijo”? yang IPK-nya di bawah garis kemiskinan namun memiliki soft skill yang mumpuni sehingga dari cara dia berbicara sudah mampu meyakinkan bahwa dia seorang yang berkompeten, pasti mudah mendapatkan pekerjaan, teorinya.. karena pada kenyataanya banyak juga yang mensyaratkan IPK harus di atas tiga.

Lalu bagaimana idealnya seorang mahasiswa?

Apakah seperti Surti dan Tejo? Dengan sikap yang biasa, ambisi yang biasa, impian yang biasa, dan usaha yang biasa saja juga hanya akan menghasilkan sebuah output individu yang biasa-biasa saja. Setelah lulus langsung kerja ya syukur, kalau tidak ya belum rejekinya. Pasrah, datar-datar saja.

Sebenarnya mau berada dalam posisi apapun, entah seperti karakter yang saya sebutkan di atas atau seperti diri Anda yang sekarang ini, kalau dari saat menjadi mahasiswa Anda sudah punya “visi”, maka Anda akan mantap dalam menatap masa depan. Jauh hari sudah memikirkan apa yang akan dilakukan pasca wisuda yang semuanya sudah dirintis pada saat menjadi mahasiswa, menyiapkan beberapa alternatif rencana masa depan, dan membuat skala prioritasnya.

Idealnya memang kita rajin belajar seperti “Toyib”, aktif di organisasi seperti “Paijo”, dan bisa bergaul dengan segala kalangan termasuk dengan orang-orang seperti “Mawar”, “Melati”, “Surti” dan “Tejo”. Kuliah maksimal 24 SKS, kalau kita asumsikan 1 SKS = 1 Jam maka dalam satu minggu kita hanya kuliah maksimal 24 Jam. Padahal dalam 1 minggu ada 168 jam. Kita punya banyak waktu, jadi tidak ada alasan untuk meninggalkan kuliah, juga tidak ada alasan untuk terus-terusan mengurusi urusan akademik perkuliahan, Anda punya banyak waktu untuk mengembangkan diri, ikutlah organisasi. “IPK bagus, organisasi jalan terus, relasi terbina, sudah bisa merintis usaha, itu baru namanya mahasiswa”. Dengan begitu Anda tidak perlu merasakan kegalauan pasca wisuda. Selamat mencoba :D
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kunci Nemu - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Sportapolis Shape5.com
Proudly powered by Blogger